A. KONSEP PERSEPSI
Dalam memahami konsep persepsi, maka tidak akan terlepas dari sistem sensoris. Dalam bab
ini akan dibahas kelima macam sistem sensori manusia (panca indera/exteroceptive sensory
system) yang mengintepretasi stimuli dari luartubuh, yaitu penglihatan, perabaan, pendengaran,
pembau/penciuman, dan perasa.
1. Sensasi dan Persepsi
Proses persepsi dibedakan dalam dua fase, yaitu fase sensasi dan fase persepsi. Sensasi
merujuk pada proses pendeteksian hadirnya stimuli sederhana, sedangkan persepsi merujuk pada proses lebih lanjut, yaitu proses integrasi, rekognisi, dan intepretasi pola-pola sensasi
yang kompleks. Untuk menambah pengertian tentang perbedaan sensasi dan persepsi,
maka dapat diambil suatu contoh konkrit, misalnya pada saat seseorang menyentuh api lilin
dengan jarinya. Reseptor panas di kulit jari akan merasakan sensasi panas dari api lilin.
. Tetapi bila orang tersebut pernah mengalami suatu trauma dengan api, maka ada proses
pengintegrasian antara sensasi yang dial ami dengan proses rekognisi terhadap
pengalamannya dengan api, sehingga sensasi panas dari api lilin dapat diintepretasikan
sebagai api besar yang dapat membakar seluruh tubuhnya sehingga akan muncul reaksi
histeris. Reaksi histeris itu adalah proses persepsi dari api lilin, sedangkan rasa panas dijari
tangan adalah sensasi dari api lilin.
2. Model Tradisional dari Organisasi Sistem Sensoris
Sistem sensori exteroceptive atau panca indera secara umum memiliki mekanisme yang
serupa, Menurut model tradisional (Merzenich & Kaas, 1980; dalam Pinel, 1993), reseptor
dari tiap organ akan menuju ke thalamus yang terletak di bagian atas batang otak
. Tiap
nukleus di thalamus menyampaikan pesan dar:imasing-masing reseptor ke bagian neocortex
yang disebut primary sensory cortex yang sesuai. Dari primary sensory cortex, atcan
dilanjutkan ke daerah pertemuan cortical yaitu secondary sensory cortex yang sesuai. Jadi
tujuan utama input sensoris dalam model tradisional adalah association cortex. Association
Cortex diasumsikan berhubungan dengan aktivitas berbagai macam sistem sensori, yaitu
menterjemahkan input sensori menjadi suatu program untuk melakukan output motorik dan
sebagai perantara aktivitas kognitif, seperti berpikir dan mengingat. Gambar 6.1. di bawah
ini menggambarkan pengertian model tradisional.
3. Model Hierarkis dari Organisasi Sistem Sensoris
Dalam perkembangannya, model tradisional tadi sudah mulai bergeser ke model hierarkis,
yaitu proses yang terjadi akan berlangsung sesuai dengan kompleksitasnya. Contohnya pada .
pengertian sensasi dan persepsi di atas. Pada model tradisional, tampak alur informasi dari
reseptor menuju ke bagian yang lebih kompleks, yaitu otak. Sedangkan pada model hierarkis
tampak bahwa ada hubungan yang erat antara yang lebih ko.mpleksdan kurang kompleks,
artinya sistem sensori yang lebih tinggi adalah yang lebih bersifat persepsual dan kurang
bersifat sensoris, sebaliknya sistem sensori yang lebih rendah adalah yang lebih bersifat
sensoris dan kurang bersifat persepsual.
8. PENGLIHATAN
ditampilkan tiga macam sistem sensoris) (Pinel, 1993)
1. Anatomi organ mata
Mata atau organon visus secara anatomis terdiri dari Occulus dan alat tambahan (otot-otot)
disekitarnya. Occulus terdiri dari Nervus Opticus dan Bulbus Occuli yang terdiri dari
Tunika dan Isi. Tunika atau selubung terdiri dari 3 lapisan, yaitu:
a. Tunika Fibrosa (Iapisan luar), terdiri dari kornea dan sklera
b. Tunika Vasculosa (lapis an tengah) yang mengandung pembuluh darah, terdiri dari
ChOIioidea,corpus ciliaris, dan iris yang mengandungpigmen dengan musculus dilatator
pupillae dan musculus spchinter pupillae.
c. Tunika Nervosa (Iapisan paling dalam), yang rnengandung reseptor terdiri dari dua
lapisan, yaitu: Stratum Pigmenti dan Retina (dibedakan atas (1) Pars Coeca yang
meliputi Pars Iridica dan Pars Ciliaris; (2) Pars Optica yang berfungsi menerima
rangsang dari conus dan basilus).
Isi pada Bulbus Oculli terdiri dari:
a. Humor Aques, zat cair yang mengisi antara komea dan lensa kristalina, di belakang dan
di depan iris.
b. Lensa Kristalina, yang diliputi oleh Capsula Lentis dengan Ligmentum Suspensorium
Lentis untuk berhubungan dengan Corpus Ciliaris.
c. Corpus Vitreum, badan kaca yang mengisi ruangan antara lensa dengan retina.
Pupil
2. Reseptor diMata
Reseptor penglihatan adalah sel-sel di conus (sel kerucut) dan basilus (sel batang). Conus
terutama terdapat dalam fovea dan penting untuk menerima rangsang cahaya kuat dan
rangsang warna. Sel-sel basilus tersebar pada retina terutama di luar makula dan berguna
sebagai penerima rangsang cahaya berintensitas rendah. Oleh karena itu dikenal dua
mekanisme tersendiri di dalam retina (disebut dengan Teori Duplisitas), yaitu:
a. Penglihatan Photop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan sinar pada siang hari
dan penglihatan wama dengan conus
b. Penglihatan Scotop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan senja dan malam hari
dengan basilus
3. Jalan Impuls di Mata
Manusia dapat melihat karena ada rangsang berupa sinar yang diterima oleh reseptor pada
mata. Jalannya sinar pada mata adalah sebagai berikut:
Sel-sel conus dan basilus dilihat melalui photomicrograph. Sel-sel yangberbentuk silidris adalah sel batang (rodlbasilus), sedangkan sel-sel kecil berawarna
terang dan berbentuk kerucut adalah sel kerucut (conus) (Pinel, 1993)
Impuls yang timbul dalam conus atau basilus berjalan melalui neuritnya menuju ke
neuron yang berbentuk sel bipoler dan akhirnya berpindah ke neuron yang berbentuk sel
mutipoler. Neurit sel-sel multipoler meninggalkan retina dan membentuk nervus opticus.
Kedua nervus opticus di bawah hypothalamussaling bersilangansehinggamembentuk
chiasma nervus opticus. Tractus Opticus sebagian berakhir pada colliculus superior, dan
sebagian lagi pada corpus geneculatum lateral yang membentuk neuron baru yang pergi ke
korteks pada dinding fissura calcarina melalui capsula interna. Pada dinding fisura calcarina
inilah terdapat pusat penglihatan.
4. Visus
Untuk dapat melihat, stimulus (cahaya) harus jatuh di reseptor dalam retina kemudian
diteruskan ke pusat penglihatan (fovea centralis). Untuk dapat melihat dengan baik perlu
ketajaman penglihatan. Ketajamanpenglihatan inilah yang disebut visus. Faktor-faktoryang
mempengaruhi kekuatan visus adalah:
a. Sifat fisismata, meliputiadatidaknyaaberasi(kegagalansinaruntuk berkonvergensiatau
bertemu di satu titik fokus setelahmelewatisuatu sistemoptik), besarnyapupil, komposisi
cahaya,ftksasiobjek,danmekanismeakomodasinyadenganelastisitasmusculusciliarisnya
yang dapat menyebabkan ametropiayang meliputi (lihat gambar 6.5.):
1) Myopia, sinar sejajar axis pada mata tak berakomodasi akan memusat di muka
retina, sehingga bayangan kabur. Dapat disebabkan oleh:
axis terlalu panjang
kekuatan refraksi lensa terlalu kuat
2) Hypermetropia, sinar sejajar axis pada mata yang tak berakomodasi akan memusat
di belakang retina, sehingga bayangan kabur. Dapat disebabkan oleh:
axis bola mata terlalu pendek
kekuatan refraksi lensa kurang kuat
3) Astigmatisma, kesalahan refraksi sistem lensa mata yang biasanya disebabkan oleh
komea yang berbentuk bujur sangkar atau jarang-jarang, dan lensa yang berbentuk
bujur).
b. Faktor stimulus, yang meliputi kontras (terbentuknya bayangan benda yang berwama
komplementemya), besar kecilnya stimulus, lamanya melihat, dan intensitas cahaya.
c. Faktor Retina, yaitu makin kecil dan makin rapat conus, makin kecil minimum
separable Uarak terkecil antara garis yang masih terpisah).
Bayangan benda yang berjarakjauh memfokus seeara tepat
pada retina, tetapi bayangan benda dekat jatuh di belakangnya.
Gambar 6.5. (a) Penglihatan Normal; (b) Myopia; (c) Hypermetropia
Untuk mengetahui visus adalah dengan menggunakan suatu pecahan matematis yang
menyatakan perbandingan 2jarak, yang juga merupakan perbandingan ketajaman penglihatan
seseorang dengan ketajaman penglihatan orang normal. Dalam praktek digunakan optotype
dari Snellen yang rumusnya adalah sebagai berikut:
Visus berkaitan erat dengan mekanisme akomodasiseperti yang telah disebutkan di atas,
adanya kontraksi akan menyebabkan peningkatan kekuatan lensa, sedangkan relaksasi
menyebabkan pengurangan kekuatan. Akomodasi memiliki batas maksimum, jika benda
yang telah fokus didekatkan lagi, maka bayangan akan kabur. Titik terdekat yang masih
dilihat jelas oleh mata dengan akomodasi maksimum disebut punctum proximum (PP).
Makin tua usia seseorang, makin jauh jarak PP; disamping itu elastisitas lensa juga
berkurang dan daya mencembung juga berkurang (disebut PRESBYOPIA). Berkurangnya
elastisitas oleh proses penuaan adalah akibat terjadinya kalsifikasi (pengapuran). Endapan-.
endapan kapur ini menghambat elastisitas mata. Kalsifikasi ini juga dapat menyebabkan
katarak pada kornea.
Titik terjauh yang masih dapat dilihat dengan jelas tanpa mata berakomodasi adalah
tidak terbatas."Kondisi ini disebut denganpunctum remotum (PR).
Dalam akomodasi inijuga terdapatAmplitudo Akomodasi (AA), yaitu jarak benda yang
dapat dilihat jelas, yaitu yang terletak diantara kekuatan refraksi dinamis (PP) dan kekuatan
refraksi statis (PR). J;>adaprebyopia, AA berkurang karena kekuatan refraksi dinamisnya
berkurang.
5. Melihat Wama
Penglihatan warna sangat dipengaruhi oleh tiga macampigmen di dalam sel kemcut sehingga
sel kemcut/conus menjadi peka secara selektif terhadap berbagai warna bim, merah, dan
hijau.
Banyak teori berbeda diajukan untuk menjelaskan fenomena penglihatan, tapi biasanya
teori-teori itu didasarkan pada pengamatan yang sudah dikenal dengan baik, yaitu bahwa
mata manusia dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna bila cahaya monokromatik
merah, hijau, dan bim dicampur secara tepat dalam berbagai kombinasi.
Teori penting pertama mengenai penglihatan warna adalah dari Young, yang kemudian
dikembangkan dan diberi dasar eksperimental yang lebih mendalam oleh Helmholtz.
Menumt teori ini ada tiga jenis sel kemcut yang masing-masing beraksi secara maksimal
terhadap suatu warna yang berbeda. Oleh sebab itu menumt teori ini ada 3 macam conus,
yaitu:
1. Conus yang menerima warna hijau
2. Conus yang menerima warna merah
3. Conus yang menerima warna bim
Ketiga macam conus itu mengandungzat photokemis yaitu substansi yangdapat dipecah
oleh sinar matahari. Jika ketiga macam conus itu mendapat rangsang bersama-sama, maka
terlihatlah warna putih. Warna-warna lain adalah kombinasi dari 3 warna dasar itu dengan
perbandingan berbeda-beda. Contohnya cahaya monokromatik merah dengan panjang
gelombang 610 milimikron merangsang kemcut merah ke suatu nilai rangsang sebesar kirakira
0.75 (75% dari puncak perangsangan pada panjang gelombang optimum), sedangkan ia
merangsang kemcut hijau ke suatu nilai rangsang sebesar kira-kira 0.13 dan kemcut bim
sarna sekali tidak dirangsang. Jadi rasio perangsangan dari ketiga jenis conus dalam hal ini
adalah 75: 13: 0, sehingga sistem saraf menafsirkan kelompok rasio ini sebagai sensasi
merah. Untuk sensasi bim, kelompok rasionya adalah 0: 14: 86; untuk sensasi jingga tua-
kuning , kelompok rasionya 100: 50: 0; untuk sensasi hijau, kelompok rasionya 50: 85: 15,
demikian setemsnya.
Ada suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat melihat warna sarna sekali. Cacat
tersebut dinamakan buta warna yang mempengamhi total maupun sebagian kemampuan
individu untuk membedakan warna. Variasi dari buta warna yang dibawa sejak lahir cukup
nyata, antara lain:
a) Akromatisme atall Akromatopsia, adalah kebuataan warna total dimana semua warna
dilihat sebagai tingkatan warna abu-abu
b) Diakromatisme, adalah kebutaan tidak sempurna yang rpenyangkut ketidakmampuan
untuk membedakan warna-wama merah dan hijau. Untuk kesimpangsiuran warna ini
ada tiga tipe, yaitu:
Deutrinophia, yaitu orang yang kehilangan kemcut hijau sehingga ia tidak dapat
melihat warna hijau
Protanophia, yaitu orang yang kehilangan kerucut merah sehingga ia buta warna
merah
Tritanophia, yaitu kondisi yang ditandai oleh ketidakberesan dalam warna biru dan
kuning dimana conus biru atau kuning tidak peka terhadap suatu daerah spektrum
visual
Menurut Hering, buta warna partial disebabkan karena orang tua tidak mempunyai
substansi warna merah-hijau (daltonis). Umumnyaorang menderita buta warna merah-hijau,
sedangkan buta warna kuning-hitam jarang terjadi, juga penderita buta warna yang total
jarang terjadi karena itu jarang ada individu yang tidak mempunyai substansi fotochemis
sarna sekali. Hering juga menyatakan bahwa ada 3 macam substansi fotochemis yang
memiliki 6 macam kualitas dan dapat memberikan 6 macam sensasi. Substansi ini dapat
dipecah dan dapat dibangun oleh rangsang-rangsang tertentu. Ke-2 macam substansi itu
adalah:
- Substansi putih/hitam
- Substansi merah/hijau
- Substansi kuning/biru
energi spesifik. Dalam doktrin energi spesifik, tiap satu reseptor hanya dapat menerima satu
macam rangsang yang tetap dan hanya dapatmemberikan satu sensasi yang tepat. Sedangkan
dalam teori Hering, satu substansi dianggap dapat mengadakan 2 sensasi warna.
Kalau terlihat warna putih, berarti semuagelombang sinar dipantulkan, sedangkan kalau.
melihat warna hitam berarti semua gelombang sinar dihisap (diabsorpsi).
Untuk menyelidiki apakah seseorang menderita buta warna atau tidak dapat dilakukan
dengan berbagai macam tes, antara lain:
a) TES HOLMGREN, yaitu tes kemampuan membedakan warna (caranya, pemeriksa
mengambil sekumpulan benang-benang wol berturut-turut seutas dengan warna hijau,
merah, ungu, dan kuning, kemudian subjek yang diperiksa diminta untuk mencari
gulungan benang yang warnanya sarna).
b) TES ISIHARA (Jepang) dan Tes STILLING (Jerman), yaitu lukisan angka dan huruf
dengan titik-titik yang terdiri dari beberapa macam warna. Angka-angka huruf-huruf
dan gambar itu dikelilingi dengan titik-titik yang bermacam-macam pula warnanya.
Subjek yang diperiksa diminta membaca angka huruf dan gambar tersebut.
6. Penglihatan pada waktu remang-remang
Penglihatan remang-remang atau penglihatan scotop berkaitan dengan rodopsin. Rodopsin
terbentuk dari protein dan retinen (vitaminA). Dalamkeadaan gelap, semua retinen dan opsin
di dalam batang dan kerucut diubah menjadi pigmen peka cahaya. Selanjutnya, sejumlah
besar vitamin A diubah menjadi retinen yang kemudian diubah menjadi pigmen peka
cahaya
tambahan, batas akhirnya ditentukan oleh jumlah opsin di dalam sel batang dan sel kerucut.
Mekanisme tersebut menyebabkan reseptor visual secara berangsur-angsur menjadi peka
terhadap rangsang cahaya, bahkan yang paling lemah sekalipun.
Ada:punproses pembentuk rhodopsin itu sendiri adalah sebagai berikut: Rhodopsin
dibentuk dari suatu protein yang disebut scotopsin dan retineen. Retineen direduksi oleh
enzym alkoholdehydrogenase; dengan adanya diphosphopyridin nucleotida dan hidrogen
menjadi vitamin A. Vitamin A dan protein akan membentuk rhodopsin. Rhodopsin karena
sinar matahari dipecah menjadi retineen dan protein. kemudian retineen hilang tinggal
proteinnya saja. Protein dan vitamin A akan menjadi rhodopsin lagj. Bila kena sinar, ia akan
pecah lagi, demikian seterusnya. Proses Pembentukan Rhodopsin
Pada waktu terang rhodopsin dipecah terus menerus sehingga akan habis atau tidak ada.
Sedangkan pada saat gelap, rhodopsin tidak dipecah sehingga banyak tertimbun. Jika
seseorang datang dari tempat terang ke tempat gelap atau remang-remang, kepekaan retina
lambat laun akan meningkat dan menjadi maksimum setelah 20 menit. Waktu itulah yang
dibutuhkan untuk menimbun cukup rhodopsin. Disini sinar hijatt adalah sinar yang tercepat
memecahnya, sedangkan sinar merah adalah sinar yang lambat memecahnya.
Sebaliknya, jika seseorang pergi dari tempat gelap ke tempat terang, matanya akan
menjadi silau untuk Sementara (5 menit) karena conus penuh dengan rhodopsin dan
diperlukan waktu untuk mencapai tarafkeseimbangan lagi antara produksi dan penguraian.
7. Penglihatan Tiga dimensi .
Penglihatan tiga dimensi merupakan persepsi kedalaman pada alat visual yang dapat
berfungsi untuk menentukan jarak. Penentuan jarak dengan penglihatan tiga dimensi
memerlukan penglihatan binokuler, yaitu suatu penglihatan optimal yang terjadi bila
bayangan yang diterima mata sangat jelas pada kedua fovea centralis, yang secara simultan
dikirim ke susunan saraf pusat, kemudian diolah menjadi suatu sensasi berupa bayangan
tunggal. Penglihatan binokuler yang normal memerlukan ~yarat-syarat sebagai berikut:
1. Faal mata monokuler dalam keadaan baik, yaitu benda yang difiksasi pada fovea
centralis akan maksimal sehingga tajamnya bayangan akan maksimal.
2. Kedua mata mempunyai posisi normal, artinya kedua bayangan jatuh tepat pada kedua
fovea centralis karena adanya kerjasama yang baik dari otot-otot ekstrinsik mata yang
mempunyai faal normal.
3. Susunana saraf pusat mampu mensintesa bayangan yang diterima kedua mata supaya
tampak menjadi satu gambaran tunggal.
Jadi dengan kata lain, syarat penglihatan binokuler adalah visus yang baik, kerja otot-
otot ekstrinsik yang normal, dan susunan saraf pusat yang tidak ada kelainan.
Dengan penglihatan binokuler, seseorang dapat menentukan atau merasakan jarak.
Karenajarak satu mata dengan tepi mata berbeda kurang lebih 2 inci lebih pendek, bayangan
pada kedua retina berbeda satu sarna lain, yaitu suatu benda yang terletak 1 inci di depan
batang hidup membentuk bayangan pada bagian temporal retina tiap mata, sedangkan benda
kecil pada 20 kaki di depan hidung mempunyai bayangan pada titik-titik yang sangat
bersesuaian di bagian tengah mata.
Melihat tiga dimensi adalah melihat dengan dua mata secarajelas dan nyata pada suatu
benda, yaitu arah panjang,tinggi, danjarak, sedangkanmelihatdengan 2 dimenasi (dengan
1 mata), yaitu arah panjang dan tinggi. Jadi ada perbedaanjika dilihat dengan dua mata dan
dilihat dengan satu mata saja. Hal ini disebutparrallaxis (beda lihat). Lihat gambar 6.8.
Demi Lune atau monokuler adalah daerah yang hanya dapat dilihat dengan 1 mata saja,
yaitukiri ataukanan saja.Faktoryang mempengaruhidalampenglihatandengan 1mataadalah:
1. Faktor Penutupan, benda yang menutupi atau dilihat berada di mukabenda yang ditutupi
2. Pembagian Gelap dan Terang, bagian yang terkena sinar akan tampak terang, sedangkan
bagian yang lain akan kelihatan gelap. Dengan adanya pembagian ini, maka dapat
dibedakan antara sebuah bola dengan sebuah lingkaran
3. Perspektif Linier, bila suatu benda diletakkan pada jarak yang jauh, maka sudut
pandangnya pun semakin kecil.
Gambar 6.8. Lapang penglihatan monokuler dan binokuler. Garis terputus-putus melingkari
lapang penglihatan mata kiri; garis padat melingkari lapangan penglihatan mata kanan.
Daerah gabungan (daerah yang jernih, berbentuk jantung di tengah) adalah daerah yang
terlihat dengan penglihatan binokuler. Daerah yang bertitik-titik adalah daerah penglihatan
monokuler.
Jenis paralaksyang memperlihatkanbayangansebuahbintik hitamdan sebuahbujur
sangkar, misalnya, sebenarnya terbalik pada retina karena jarak mereka di depan mata
berbeda. lni memberikan sejenis paralaks yang selalu ada bila kecluamata sedang digunakan.
Paralaks binokuler atau 3 dimensi ini hampir 100% memberikan kemampuan yang lebih
besar untuk menilaijarak relatifjika dibandingkan dengan 1mata, tetapi perlu diingat bahwa
penglihatan 3 dimensi ini sebenarnya tidak berguna untuk persepsi kedalaman pada jarak
lebih dari 200 kaki.
Penglihatan tiga dimensional ini selain membutuhkan penglihatan binokuler juga
memerlukan titik disparat dan titik identik. Titik-titik identik (sejajar) adalah titik di dalam
kedua retina yang menghasilkan penglihatan bila dirangsang oleh satubenda, sedangkan titik
disparat merupakan titik-titik pada kedua retina yang tidak sejajar, sehingga bayangan bisa
terlihat kembar akibat bayangan-bayanganjatuh tidak pada titik yang sarnapada kedua retina.
Objek di luarmata yang terlihat sebagaikembar inilah yang disebutdiplopia. Diplopia terjadi
akibat kesan dobel (kembar) yang ditimbulkan oleh titik-titik clisparat tersebut. Diplopia
terjaclibila ada supresi pada pelupuk mata sehingga tidak berlangsung penglihatan binokuler
normal. Ada beberapa gangguan faal penglihatan yang bersifat fungsionil atau diplopia ini,
yaitu:
1) Aniseikonea, yaitu diplopia yang terdapat sesudah melihat secara disparsi
2) Disparsi, yaitu setelah melihat benda sejauh 1 atau 2 meter, kemudian menutup mata
bergantian. Maka akan didapatkan perbeclaanbentuk, tempat, dan besar benda.
3) Ambliopia, yaitu berkurangnya kemampuan penglihatan tanpa disertai kelainan organis
4) Supresi, yaitu mata yang diplopia ditutup dan mengeliminasi bayangan dari mata
lainnya.
Bola mata gerakannya diatur oleh 6 pasang otot ekstrinsik mata, yaitu:
musculus rectus, terdiri dari
· musculus rectus superior
· musculus rectus inferior
· musculus rectus medialis
· musculus rectus lateralis
musculus obliquus, terdiri dari
· musculus obliquus superior
· musculus obliquus inferior
Pergerakan bola mata ini diatur sedemikian sempurna sehingga bayangannya tepat jatuh
di fovea central is sehingga penglihatan binokuler akan sempurna pula. Ada pun inervasi otot-
otot ekstrinsik adalah sebagai berikut:
· musculus rectus superior
· musculus rectus inferior
· musculus rectus medialis
· musculus obliquus inferior
2. N. IV menginervasi musculus obliquus superior
3. N. VI menginervasi musculus rectus lateralis
8. Proyeksi Terbalik dari Bayang-bayangan pada Retina
Agar suatu objek dapat dilihat maka harus terjadi bayangan di retina dan bayangan ini harus
dihantarkan ke otak, yaitu di cortex visual pada fissura calcarina untuk dapat disadari. Suatu
objek akan terlihat kalau objek tersebut mengeluarkan atau memantulkan cahaya.
Terjadinya bayangan di retina serta timbulnya impuls saraf untuk dikirim ke fissura
kalkarina menyangkut perubahan kimiawi dari fotoreseptor di conus dan basilus. Bayangan
yang terjadi di retina (2 mata) dibandingkan objeknya adalah: lebih kecil, terbalik, hitam, dan
dua dimensi.
Pada hakekatnya, pengolahan informasi penglihatan dalam retina menyangkut
pembentukan 3 buah bayangan. Bayangan pertama yang dibentuk oleh efek cahaya pada
fotoreseptor diubah menjadi bayangan kedua dalam sel-sel bipolar dan kemudian diubah
menjadi bayangan ketiga dalam sel-sel ganglion. Pada pengubahan bayangan kedua, impuls
diubah oleh sel horizontal; pada pembentukan bayangan ketiga, impuls diubah lagi oleh sel-
sel amakrin. Oalam corpus geniculatum laterale hampir tidak terjadi perubahan pada pola
impuls, sehingga bayangan ketiga mencapai lobus occipitalis. Oi bagian lobus occipitalis ini
terjadi fungsi kedua bayangan dari mata kanan dan kiri, artinya kedua bayangan tadi diolah
menjadi satu bayangan dalam kesadaran manusia. Pada bagian ini terjadi kesadaran bahwa
objek yang dilihat bila dibandingkan dengan bayangan di retina adalah: lebih besar, tegak,
3 dimensi, dan berwarna-warni. Lihat gambar 6.1. di atas.
Penipuan penglihatan dapat terjadi bila sinar yang masuk tidakjatuh pada bagian sentral
dari retina. Penipuan penglihatan ini disebut Fenomena Fosfen. Untuk membuktikan
adanya fenomena fosfen dapat dilakukanpercobaan Lecat, yaitu sehelai kertas diberi lubang
dan diletakkan 2cm dari mata, dan mata tidak dapat melihatdengan terang, lalu diantara mata
dan kertas diletakkan jarum berkepala, maka bayangan jarum itu jadi tak lurus dan terbalik.
Teori Purkinje-Samsonmengenaibayanganmenjelaskanbahwaapabila seseorang
melihat benda maka akan terjadi 3 bayangan pada mata. Bayangan pertama dibuat oleh
kornea, bayangan kedua dibuat oleh lensa kristalina sebelah muka, dan bayangan ketiga
dibuat oleh lensa kristalina sebelah belakang. Bayangan kedua lebih besar daripada yang
pertama, sedangkan bayangan ketiga lebih kecil dan terbalik.
9. Medan Penglihatan
Medan penglihatan adalah daerah yang terlihat oleh sebuah mata pada keadaan tertentu.
Oaerah yang terlihat pada sisi nasal disebut Medan Penglihatan Nasal, dan daerah yang
terlihat pada sisi lateral disebut Medan Penglihatan Temporal. Luas medan penglihatan
normal pada manusia adalah:
97
NodaButa
Makuladi pusat
10. - 20. di temporal
Luas nonnal
a. Temporal 90.
b. Atas 50.
c. Nasal 60.
d. Bawah 70.
Untuk membuat peta medan penglihatan seseorang dapat dilakukan secara perimetrik
dengan menggunakan perimeter. Perimeter berupa lengkung dari besi yang memiliki skala.
Kepala subjek yang sedang diukur medan penglihatannya diletakkan pada tempat dagu dan
melihat ke arah 0"
. Kemudian digerakkan sebuah benda/titik terang dari lampu batere, dari
atas, dari bawah, dari kanan, dan dari kiri. Subjekkemudian dimintauntuk mencatat letak titik
yang maksud. Umumnya daerah penglihatan itu adalah:
a. keluar 90" (tidak terganggu)
b. ke arah dalam 60" (terganggu hidung)
c. ke arah bawah 50" (terganggu pipi)
d. ke arah atas 50" (terganggu arcus super ciliaris/tempat alis)
Perimeter juga dapat memetakan wama-wama yang dapat dilihat dengan penglihatan
tidak langsungdalambagian-bagianyangberlain-Iainanpada retina. Setiap wamamempunyai
medan penglihatan wama tersendiri pada retina, yaitu biru dan kuning mempunyai medan
penglihatan terluas, sedangkan hijau dan merah relatif kecil luas penglihatannya dalam
wilayah sentral retina. Hanya abu-abuyang dapatdilihat di luar batas garis wama-wama unik,
wama lainnya tidak bisa dilihat bila menyimpang dari areanya.
Medan penglihatan juga berkaitan erat dengan gerakan bola mata yang dikendalikan
oleh otot-otot. Gerakan bola mata dikendalikan oleh otot-otot ekstraokuler seperti yang telah
dijabarkan di atas. Otot-otot ekstraokuler ini memungkinkan manusia untuk selalu
mengarahkan muka ke arah objek. Mekanisme gerakan bola mata sangat kompleks, baik
untuk gerakan satu mata maupun kedua mata.
10. Noda Buta
Noda buta adalah suatu titik dimana axon-axon meninggalkan mata sehingga tidak ada
reseptor. Dinamakan noda buta karena tidak sensitif terhadap cahaya. Axon-axon ini berasal
dari sel-sel ganglion yang distimulasi oleh sel-sel bipoler akibat perangsangan dari conus dan
basilus. Axon-axon ini kemudian membentuk nervus opticus. Ketika akan meninggalkan
mata, tidak ada reseptor sehingga tidak sensitif terhadap rangsangan cahaya, akhimya terjadi
noda buta. Lihat gambar 6.9.
Noda buta ini terletak pada sisi nasal pada retina. Oleh karena sinar berjalan dalam garis
lurus, maka suatu noda buta berada dalam medan penglihatan temporal pada penglihatan
peripheral.
98
Alat untuk menentukan nod a buta pada seseorang adalah campimeter. Prinsip
penggunaannya sarna dengan perimeter hanya bentuknya saja yang berbeda, campimeter
berupa papan dengan lingkaran-lingkaran yang digambar pada papan campimeter itu lengkap
dengan derajat-derajatnya. Letak dari noda buta (pada papilla nervi optic a) yaitu.:!: ISokeluar
dimana pada daerah ini retina tidak dapat melihat bend a yang digerakkan tadi. Jadi scotoma!
scotum (daerah noda buta) dapat ditetapkan dengan campimeter. Benda digerakkan dari luar
ke dalam dan subjek yang diperiksa diminta memberi tahu bila ia tidak melihat benda yang
digerakkan agar daerah noda butanya dapat dicatat.
11. Mekanisme Kortikal dari Penglihatan
Kerusakan pada primary visual cortex pada sebelah hemisphere akan mengakibatkan
scotoma (daerah buta) di daerah visual bagian contralateral. Kondisi ini umumnya disertai
dengan kerusakan visual-korteks. Bila seseorang mengalami kerusakan pada kedua primary
visual cortex-nya, maka ia akan mengalami kebutaan; tetapi meskipun mengalami kebutaan,
pasien dengan kebutaan cotical ini bisa melakukan kegiatan-kegiatan dengan sempuma,
seperti merengkuh benda yang bergerak atau mengindikasi arah gerakan meskipun ia tidak
dapat melihatnya. Kondisi ini disebut blindsight.
12. Blindsight: Melihat di luar kesadaran
Seseorang yang mengalami kerusakan pada kedua bagian primary visual cortex akan
mengalami kebutaan. Namun kebutaan yang dialami bukan seperti kebutaan yang dialami
penderita tuna netra karena meskipun ia tidak dapat melihat, ia mampu melaksanakan tugas-
tugas yang membutuhkan kemampuan visual, seperti mengenggam barang yang bergerak,
menandai arah gerakan objek. Kondisi kebutaan kortikal seperti ini disebut "blindsight".
Padakondisi blindsightiniseseorangbukantidakbisamelihat,namunkehilangankesadarannya
dalam melihat.
Pada suatu percobaan yang dilakukan oleh Weiskrantz, Warrington, Sanders, dan
Marshall (1974; dalam Pinel, 1993), seorang penderita kebutaan pada medan penglihatan
sebelahkiri karena lobusoccipitalsebelahkanannyamengalamikerusakan;diberi serangkaian
tes. Hasilnya menunjukkan bahwa (1) subjek mampu meraih benda yang terletak di medan
penglihatan sebelah kirinya dengan akurasi yang tinggi; (2) subjek bisa membedakan
orientasi garis vertikal dengan garis horizontal atau dengan garis diagonal; (3) subjek bisa
membedakan huruf "X" dan "0". Tugas-tugas tersebut mampu dilaksanakan dengan baik
bila stimuli yang diberikan lebih besar daripada ukuran kritis yang dibutuhkan seseorang
untuk dapat melihat stimuli tersebut.
Kondisi diatas dapat terjadi karena informasi visual berlangsung melalui beberapa jalur
sehingga meskipun ada hambatan dalam satujalur tertentu, kesan yang disimpan masih dapat
diproses pada jalur-jalur selanjutnya. Jadi pada kasus blindsight; analisis mekanisme
penglihatan yang terjadi diperkirakan sebagai berikut: jalur dari retina yang menuju ke
superiorcolliculli di midbrain akan dilanjutkan ke pulvinar nuclei di thalamus. Dari thalamus
akan dilanjutkan ke secondary visual cortex, melalui primary visual cortex. Dalam
perjalanannya itu, teori tentang sistem retina-geniculate-striate yang berfungsi sebagai
mediator penglihatan pola dan warna; serta jalur collicular-pulvinar yang berperan dalam
mendeteksi dan mengindikasi letak objek dalam ruang; memegang peranan penting, artinya
bila terjadi gangguan dalam perjalanan tersebut, kesan yang disimpan masih dapat diteruskan
sampai ke efektornya.
13. Fenomena "COMPLETION" dan Scotoma
Pada organ mata terdapat noda buta. Daerah noda buta (scotum) pada manusia umumnya
sangat sempit .:t20 - 25 mmdari pusat titik ke kiri atau ke kanan mata. Artinya, bila bayangan
benda terletak kurang dari 20 mmdi pusat penglihatan atau lebih dari 25 mm, maka bayangan
benda masih dapat dilihat; namun bila lebih dari 20 mm dan kurang dari 25 mm, maka
bayangan tidak dapat dilihat karena jatuh di noda buta.
Pada beberapa kasus, noda buta dapat melebar dan menutup sebagian besar medanpenglihatan
maupun intelektual. Sebagian besar agnosia umumnya berkaitan dengan satu sistem sensoris
tertentu. Contohnya penderita visual agnosia yang hanya akan mengalami hambatan dalam
merekognisi stimulus yang dihadirkan melalui sistem visual. Macam dari visual agnosia
adalah prosopagnosia (hambatan dalam merekognisi wajah; baik wajah orang lain yang
sangat dikenalnya, maupun wajahnya sendiri di dalam kaca; umumnya disebabkan oleh
kerusakan neuron yang terletak pada inferotemporal cortex), object agnosia (hambatan
dalam merekognisi objek), dan color agnosia (hambatan dalam merekognisi warna).
16. Persepsi Subjective Contours
Bila dilihat gambar-gambar di bawah ini (lihat gambar 6.12.), maka terbukti bahwa persepsi
visual manusia sudah tentu lebih baik daripada kenyataan fisiknya. Karena melalui persepsi
visual manusia cenderung mengintepretasikan adanya bangun persegi panjang diagonal
berwarna putih yang menimpa garis (gambar a) dan ada segitiga berwarna puitih di tengahtengah
susunan lingkaran (gambar b).
Persepsi Subjective Contours (Pinel, 1993)
manusia cenderung memiliki persepsi adanya bangun persegi panjang dan segitiga padahal sebenarnya bangun tersebut tidak ada. Kontur visual yang sebenarnya tidak ada itu disebut subjective contours. Kontur subjektif ini merupakan produk kognisi dan berkaitan dengan neuron prestriate.
C. PENDENGARAN
Telinga sebagai indera pendengaran, memiliki kemampuan yang jauh lebih besar daripada
yang dapat dibayangkan. Contohnya saja saat menonton konser musik, seseorang dapat
mendengar bunyi yang dikeluarkan oleh beberapa alat musik sekaligus, bahkan masih
mampu membedakan bunyi antara alat musik yang satu dengan lain. Demikian pula saat
seseorang sedang berkonsentrasi dalam suatu pembicaraan di sebuah pesta dan secara tidak sadar iajuga mampu mendengarkan gosip yang baru disebarkan disekitar tempat ia berbicara
(disebut dengan fenomena cocktail-party).
1. Bunyi
Bunyi adalah vibrasi molekul di udara. Manusia hanya dapat mendengar vibrasi molekul
antara 20 sampai 20.000 Hz (hertz). Vibrasi berjalan melalui udara sekitar 1,238 kilometer
(743 mil) perjam. Gambar 6.13. menunjukkan hubungan antara dimensi fisik dari bunyi dan
persepsi pendengaran yang dilakukan manusia. Persepsi manusia terhadap bunyi yang keras
tergantung dari amplitudonya, persepsi terhadap bunyi yang tinggi tergantung dari
frekuensinya, dan persepsi terhadap kualitas bunyi (timbre) berkaitan dengan kompleksitas
vibrasi. Bunyi yangdidengar manusiasehari-hariadalahkombinasidari berbagai gelombang,
dan kombinasi tertentu dari gelombang menyebabkan tiap bunyi memiliki kualitas (timbre)
atau karakteristik tertentu. Gambar 6.13 disini menunjukkan kompleksitas gelombang bunyi
yang dihasilkan oleh sebuah clarinet yang sekaligus menunjukkan bahwa bunyi yang
kompleks merupakan penjumlahan dari berbagai macam gelombang.
Bentuk Gelornbang dari bunyi klarinetBila dijurnlahkan, berbagai gelornbang yang di dengar rnanusia akan rnenunjukkan bentuk gelornbang yang sarna dengan bent uk gelornbang yang dihasilkan dari bunyi klarinet
Hubungan antarl dimensifisik &persepsi dari bunyi (Pinel, 1993)
2. Anatomi Telinga
Telinga atau organon auditus terdiri dari 3 bagian, yaitu (lihat gambar 6.14):
a) Bagian Luar (Auris Externa), terdiri dari:
Daun Telinga, berfungsi untuk menangkap dan mengarahkan suara Cuping Telinga Liang Telinga Gendang Telinga (Membrana Thympani), membran ini terdiri dari beberapa membran yang memiliki frekuensi berlainan. Getaran pada membrana thympani akan diteruskan oleh tulang pendengaran (osicula auditiva) menuju sel-sel pendengar (organon corti)
b) Bagian Tengah (Auris Media), terletak di belakang membrana thympani dan.terdapat saluran yang menghubungkan dengan rongga tekak (tuba auditiva eustachi). Pada bagian tengah ini juga terdapat rumah siput (cochlea) yang mempunyai lubang ell ips yang ditutup selaput lendir (fonestra ovalis). Bagian ini mempunyai tulang-tulang pendengaran, yaitu: Tulang Pukul, yang bersandar pada membrana thympani atau milius Incus atau Tulang Landasan, yang terletak di tengah Stapes atau Tulang Sanggurdi, yang menghubungkan incus dengan fonestra ovalis
c) Bagian Dalam (Auris Interna), terdiri atas dua ruangan yang berhubungan satu dengan
yang lain. Ruaogan-ruangan itu tidak teratur dan disebut "labyrinth". Ada dua macam labyrinth, yaitu:
Labyrinthus Ossesus (din ding tulang) yang terdiri dari serambi (vestibulum), saluran gelung (canalis semi circulair), dan rumah siput (cochlea) Labyrinth us Membranicus (dinding membrana), letaknya di dalam labyrinth tulang. Terdiri dari sacula, otricula yang terletak di dalam serambi, tiga buah saluran gelung dan rumah siput yang merupakan bagian yang berhubungan dengan sacula donatricula. Organon Auditus adalah alat pendengaran yang berfungsi sebagai pengindera bunyi. Reseptornya adalah OrganumSpirale pada OrganumVestibulo Cochlearis (sebagai mekano- reseptor atau interoceptive sensory system yang merupakan lawan dari exteroceptive sensory system). Bentuk reseptornya berupa sel-sel indera yang ujungnya berbulu, dan ujung lainnya berupa dendrit bipoler. Sel-sel indera yang menyebar di sepanjang membrana basiliaris memiliki kepekaan yang berbeda-beda. Contohnya stimulasi bunyi yang memiliki frekuensi tinggi, akan mengaktifkan sel-sel indera yang terletak dekat oval window (fonestra ovalis). Sistem pendengaran ini mengacu pada konsep tonotopic (pada organ mata disebut konsep retinotopic), yaitu bahwa neuron yang paling besar berperan dalam pembentukan struktur pendengaran, berkumpul di bagian yang paling responsif. Cara kerja sel-sel reseptor itu adalah sebagai berikut: Bila membrana basiliaris bergerak ke atas (kemembrana tectoria) karena desakan perilymphe, maka sel-sel indera atau rambut tertahan oleh membrana tectoria sehingga membengkok. Bengkokan ini menimbulkan aliran listrik yang disebut aliran mikrofon yang bekerja sebagai potensial generator sehingga terjadi impuls dalam dendrit neuron bipoler itu.
3. Jalannya Impuls dari Telinga ke Primary Auditory Cortex
Tidak sepertijalur retina-geniculate-striate pada sistem visual yang tunggal, sistem auditory
tidak memiliki jalur tunggal, melainkan melibatkan jaringan yang kompleks.
Secara umum jalannya impuls dari telinga ke primary auditory cortex bermula dari
adanya suara yang kita dengar. Suara itu menggetarkan membrana tympani yang selanjutnya
menggetarkan tulang-tulang male us, incus, dan stapes secara berturut-turut. Getaran stapes
mendorong perilymphe pada scala vestibuli dan kemudian perilymphe menggetarkan lamina
spiral is ossea dan lamina spiralis secundaria yang disebutjuga membrana basilliaris dimana
terdapat organon corti yang menuju otak.
Perjalanan ke otak dimulai dari axon-axon di sinapsis saraf-sarafpendengaran bagian
ipsilateral dari cochlear nuclei. Kemudian diteruskan ke nucleus superior olivary. Axon di
neuron olivary melanjutkan ke lateral lemniscus agar mencapai inferior colliculi. Dari
inferior colliculi mereka melakukan sinapsis dengan neuron yang menuju nucleus medial
geniculate di thalamus yang akhimya akan menuju ke auditory cortex.
Pad a manusia, sebagian besar primary auditory cortex dan daerah secondary auditory
cortex terletak di bagian lateral fissure, tetapi ada bagian secondary auditory cortex yang
meluas sampai ke parietal cortex. Untuk kemampuan berbahasa umumnya dikontrol dari
hemisphere bagian kiri, sedangkan sebagian besar auditory cortex sebelah kanan mengontrol
analisis pengucapan (speech).
Bunyi dapat didengar manusia melalui transmisi getaran bunyi. Transmisi getaran bunyi
ada dua macam, yaitu:
a. Transmisi Hawa (Aerotymponal), yaitu jalannya getaran melalui penghantar hawa.
Jalannya impuls sebagai berikut: sumber suara menggetarkan udara ~ daun telinga ~
meatus acusticus externus ~ menggetarkan membrana thympani ~ osicula auditiva ~
menggetarkan perilymphe ~ membran basalis bergetar ~ organon corti (reseptor
pendengaran) bergetar~ membrana tectoria ~ menstimulasi ujung rambut neuroepithel
~ nervus cochlearis ~ otak (lobus temporalis) ~ sadar akan bunyi.
b. Transmisi Tulang (Craniotymponal), yaitu jalan getaran melalui penghantar tulang.
Jalannya impuls sebagai berikut: getaran sumber suara ~ menggetarkan tulang kepala
~ menggetarkan perilymphe pada skala vestibuli ~ skala tymphani ~ dan selanjutnya
seperti penghantaran melalui udara atau hawa.
Penghantaran melalui tulang dapat dilakukan dengan percobaan RINE, sedangkan
percobaan WEBER menunjukkan penghantaran bunyi melalui tulang yang diteruskan
dengan penghantaran melalui hawa.
Kecepatan hantaran suara pada orang muda sebelum proses penuaan terjadi pada telinga
adalah biasa dinyatakan antara 30 - 20.000 siklus per detik. Tapi, batas suara ini tergantung
intensitasnya. Bila intensitasnya hanya 60 desibel, batas suara adalah 500
- 15.000 siklus per
detik. Bila intensitasnya adalah 20 desibel, batas frekuensinya adalah 70 - 15.000 siklus per
detik. hanya dengan suara kuat, batas lengkap 30 - 20.000 sikl~s per detik dapat dicapai.
Batas pendengaran seseorangdapatdiketahuidengan menggunakanSeruling GALTON.
Dengan seruling Galton kita dapat mencari batas frekuensi tertinggi dan terendah yang masih
terdengar.
Pada orangtua, frekuensi tinggi sering tak terdengar karena adanya perkapuran pada
bagian basis atau frekuensi tinggi sehingga tidak dapat bergetar. Kelainan seperti ini disebut
dengan PRESBYACOSIS.
Ketajaman pendengaran seseorang dapat diketahui dengan alat ZPTH, yaitu suatu alat
elektromagnetis yang dibawahnya ada papan logam yang dapat dinaik-turunkan.
Selain pemahaman mengenai perjalanan impulspendengaran di atas, kita akan meninjau
Teori Gelombang yang sering digunakan untuk memahami impuls pendengaran. Menurut
Teori Gelombang, bila ada getaran pada membrana thympani, maka akan diteruskan oleh
endolymphe melalui skala vestibuli dan skala thympani sehingga terdapat aliran bolak-balik
yang menyebabkan membran basdakus bergetar. Jika nada tinggi, getaran ada pada serabut
pendek; bila nada rendah, getaran akan terjadi pada serabut panjang.
Selain teori gelombang, HELMHOLTZ juga mengemukakan 2 teori mengenai
pendengaran, yaitu:
1) Teori Resonansi, yang menyatakan bahwa serabut-serabut pada membrana basalis
106
dapat disamakan dengan senar pada alat musik. Panjang tiap-tiap senar itu tidak sarna,
masing-masing mempunyai nada sendiri sesuai frekuensinya, dan serabut-serabut yang
mempunyai frekuensi sarna akan turut bergetar.
2) Place Theory, yang merupakan pembaharuan teori resonansi yang menyatakan bahwa
bukan serabut-serabut yang bergetar, melainkan suatu tempat yang bergetar pada
membrana.
4. Organisasi Tonotopic dari Primary Auditory Cortex
Pada awalnya, auditory cortex dibagi-bagi menjadi bagian-bagian tertentu sesuai dengan
kepekaannya, tetapi menurut Woolsley (1960; dalam Pinel, 1993), bagian anterior dari
primary auditory cortex paling peka terhadap nada-nada berfrekuensi tinggi, sedangkan
bagian posteriomya cenderung peka terhadap frekuensi-frekuensi yang rendah. Demikian
pula halnya dengan secondary auditory cortex.
5. Lokasilasi Suara
Kecepatan hantaran gelombang bunyi oleh udara adalah 331,33 mldetik. Suatu sumber suara
yang berasal dari bidang medium pada tubuh kita, dari muka, atas, atau belakang manusia itu
akan mencapai telinga pada waktu yang sarna, sehingga sumber itu akan sulit ditemukan
letaknya. Bila sumber bunyi ada di sebelah kiri, bunyi yang muncul akan mencapai telinga
sebelahkiri dulusehinggatimbulkesanbahwasumberbunyiterletakdi sebelahkiri.Tetapi
bila bunyi muncul terus menerus pada waktu yang sarna, maka sumber bunyi akan sulit
diketahui asalnya.Olehkarenaitu apabilamembunyikansesuatudengan maksudmemberitahu
sumber bunyi, maka haruslah tidak dilakukan terus menerus tetapi secara terputus-putus.
Beberapa neuron di medial superior olives mampu membedakan datangnya sumber
suara pada telinga kiri dan kanan. Sebaliknya, beberapa neuron di lateral superior olives
mampu membedakan amplitudo bunyi antara kedua telinga.
6. Efek kerusakan di Auditory Cortex
Auditory cortex manusia terletak didalam fissurre sehingga tidak mudah rusak. Bahkan
kerusakan pada primary dan secondary auditorycortex hanya akan menyebabkankekurangan
pendengaran yang permanen namun tidak terlalu parah. Namun konsekuensi dari hambatan
pendengaran ini umumnya berkaitan dengan fungsi organ yang lain, contohnya word
deafness. Word deafness adalah hambatan dalam mempersepsikan pengucapan karena
ketidakmampuan mendeteksi suara dengan jelas. Umumnya word deafness muncul setelah
terjadi kerusakan bilateral pada auditory cortex. Setelah terjadi kerusakan, umumnya
penderita mengalami ketulian sementara. Dalam beberapa minggu ketulian ini akan pulih,
namun suara yang mampu didengarkan tidak dapat lagi ditangkap denganjelas, hanya seperti
suara yang ramai atau mendengung.
D.SENSASISOMATIS:PERABA
Sensasi somatis mengacu pada sensasi di permukaan kulit. Somato sensoris tampaknya
hanya mengacu pada satu sistem saja, yaitu sistem peraba, namun sebenamya ia memiliki tiga
sistem yang berbeda namun saling berinteraksi satu sarna lain, yaitu:
1) Sistem Exteroceptive, yang mengindera stimulus ekstemal yang dirasakan kulit
2) Sistem Proprioceptive, yang memonitor informasi tentang posisi tubuh berdasarkan
reseptor di otot, persendian, dan organ-organ keseimbangan
3) SistemInteroceptive, yang mampumenyediakan semua informasitentang kondisi tubuh
(temperatur, tekanan darah)
Pada bagian ini, akan dititikberatkan pada sistemexteroceptive yangmampu mengindera
stimulus eksternal yang dirasakan kulit.
1. Anatomi Organon Tactus
Organon Tactus adalah alat yang berkaitan dengan indera peraba. Organon tactus meliputi
kulit dan alat-alat tambahan.
Kulit adalah pelindung terhadap dunia luar, sebagai penghalang dari kerusakan dan
kuman. Kulit juga membantu membuang zat-zat yang tidak berguna dan mengatur suhu
badan. Kulit terdiri dari 2lapisan (lihat gambar 6.15), yaitu:
a) Cutis, terdiri dari epidermis dan corium
b) Subcutis, mengandung banyak lemak terdiri dari Stratum Corneum dan Stratum
Gemanaticum
Di dalam kulit terdapat berbagai macam organ, yaitu:
a) Rambut, akarrambut tertanam dalam-dalam di dermis. Tiap helai rambut terdiri dari akar
dan batang yang tumbuh melalui epidermis ke permukaan kulit. Akar rambut terpancang
dalam liang yang disebutfolikel dan mendapat suplai makanan dari darah melalui bagian
kembang yang disebut papUa.
b) Kelenjar, terdiri dari:
Kelenjar Minyak, berhubungan dengan folikel rambut dan menghasilkan minyak
untuk melumasi kulit
Kelenjar Keringat, terletak pada dermis yang terbuka pada permukaan kulit, dan
melepaskan air serta sisa-sisa metabolisme tubuh.
c) Panca Indera, terdiri dari:
Inter Epithelial, merupakan jaringan-jaringan yang bersama-sama membentuk
organ kulit, termasuk didalamnya jaringan saraf
Jaringan Pengikat, mendukung dan membungkus sel-sel kulit dan memungkinkan
makanan dari dalam darah masukke sel. Seljaringan ikat inijuga menyimpan lemak
dan terutama terdapat di lapisan kulit yang terbawah dan di sekitar usus.
2. Reseptor Kulit dan Hantaran Impuls di Saraf Perifer
Kulit berfungsi sebagai:
a) Mekanoreseptor, berkaitan dengan indera raba, tekanan, getaran, dan kinestesi
b) Thermoreseptor, berkaitan dengan penginderaan yang mendeteksi panas dan dingin
c) Reseptor Nyeri, berkaitan dengan mekanisme protektif bagi tubuh.
Lapisan Malpigian Melanoblas Ujung SarafOtot Penegak Bulu Roma Kelenjar Lemak Rambut Folikel
Papila Kelenjar Keringat Kapiler Darah
Anatomi kulit
Pada glabrous atau kulit yang tidak memiliki rambut (seperti pada telapak tangan).
memiliki empat macam reseptor. Dua diantaranya sangat mudah beradaptasi dan merespon
stimulasi taktil yang datang, yaituPacinian Corpuscle (Corpuscullus Lamellosum Paccini),
reseptor terbesar dan letaknya paling dalam (pada subcutis); dan Meissner Corpuscle
(Corpuscullus Tactus dari Meissner) yang terietak persis di bawah kulit terluar (epidermis).
Sebaliknya, reseptor Merkel dan Ruffini Corpuscle (Corpuscullus Ruffini) hanya akan
merespon terhadap stimulasi taktil yang lama.
Seperti halnya pada kulit glabrous, kulit yang berambut juga memiliki corpuscullus
Paccini, corpuscullus Ruffini, reseptor Merkel, tetapi ia tidak memiliki corpuscullus Meissner.
Sebagai gantinya, maka terdapat reseptor rambut yang terietak didekat pangkal akar rambut.
Lihat gambar6.16. Berdasarkan reseptor-reseptortadi, makaseseorang dapat mengidentifikasi
objek melalui sentuhan (stereognosis).
Modalitet peraba bagi tubuh adalah taktil, sakit atau nyeri, panas, dingin, dan tekanan.
Reseptor taktil dan sakit adalah corpuscullus Tactus dari Meissner. Reseptor panas adalah
corpuscuIIus Ruffini (di dekat subcutis dan corium), reseptor dingin adalah CorpuscuIIus
Bulbo ldeakrauso (di dekat subcutis dan corium). Reseptor tekanan adalah corpuscuIIus
LameIIosum Paccini yang terletak di subcutis.
Serabut sarafyangmenghantarkanimpulspanaslebihtebaldaripadayangmenghantarkan
impuls dingin. Impuls panas dan dingin dihantarkan melalui tractus spino thalamic us
lateralis. Berhubungan dengan asalnya, rangsang-rangsang taktus dibedakan atas:
1) Rangsang Eksteroseptif, yaitu rangsang yang diterima dari luar, misalnya rangsang dari
kulit
2) Rangsang Proprioseptif, yaitu rangsang yang ditimbulkan oleh suatu alat dan diterima
oleh otot sendiri, misalnya bagian visceral.
3) Rangsang Introseptif, yaitu rangsang yang datang dari dalam tubuh, misalnya rangsang
yang diterima oleh usus
4) Rangsang Kinestesi, yaitu gerakan-gerakan dan ketegangan-ketegangan dari berbagai
bagian tubuh dan otot. Rangsang ini terdapat pada persendian dan otot.
Bila suatu saraf pada satu tempat dipanasi atau didinginkan akan timbul aliran listrik
yang dapat menimbulkan aliran aksi. Aliran listrik ini jadi timbul bila ada dua tempat yang
berurutan pada saraf ada perbedaan dalam suhu atau bila adagradient. Berhubungan dengan
hal ini ada pendapat bahwa reseptor thermal juga berupa akhiran saraf bebas (free nerve
endings), jadi bila suhu reseptor lebih rendah daripada dendrit, maka akan timbul potensial
generator sehingga timbul impuls yang menyebabkan perasaan dingin. Sebaliknya, bila suhu
reseptor lebih tinggi dari dendrit, akan timbul perasaan panas.
Serabut saraf yang membawa informasi dari reseptor somatosensori berkumpul di
kumpulan saraf perifer yang selanjutnya masuk ke sumsum tulang belakang melalui serabutserabut
saraf di bagian dorsal (dorsal root). Bagian tubuh yang dipengaruhi dorsal root pada
tiap segmen tulang belakang disebut dermatome. Gambar 6.17 di bawah ini menunjukkan
peta dermatomal bagian tubuh. Antara dermatome yang satu dengan yang lain ada tugastugas
yang overlap atau saling mendukung, sehingga kerusakan pada dorsal root yang
tunggal hanya akan menimbulkan efek somatosensoris yang minimal.
Informasi somatosensoris dikirim ke sistem saraf pusat melalui dua jalur utama, yaitu:
sistem dorsal-column medial-lemniscus dansistem anterolateral. Umumnya sistem dorsal-
column medial-lemniscus membawa informasi sentuhan dan proprioception ke cortex
(diilustrasikan melalui gambar 6.18 di bawah ini).
Neuron-neuron sensorispada sistemdorsal-column medial-lemniscus bentuknya sangat
panjang. Dimulai dari reseptor di kulit, melewati saraf-saraf perifer, kemudian menuju
sumsum tulangbelakang melalui dorsal root. Neuron-neuron tersebut naik menuju cortex
secara ipsilateral di dorsal columns. Akhirnya bersinapsis dengan neuron-neuron dorsal
column di medulla (batangotak bagian bawah).Neuron-neuron pelanjut inidecussate (silang
bertumpuk ke bagian otak yang lain) dan naik di bagian medial lemniscus ke ventralposterior
nucleus secara kontralateral di thalamus. Sistem Dorsal-Column Medial-Lemniscus (Pinel, 1993)
Ventral posterior nuclei juga menerima input melalui cabang-cabang saraf trigeminal
yang membawa informasi somatosensoris dari bagian wajah yang kontralateral. Jadi
neuron-neuron di ventral posterior akan melakukan proyeksi ke primary somatosensory
cortex, secondary somatosensory cortex, danposterior parietal cortex. Ahli-ahli neurologi
memperkirakan bahwa bagian tubuh yang memiliki neuron terpanjang adalah bagian ibu
jari kaki.
Sistem anterolateral yang diilustrasikan melalui gambar 6.19. di bawah ini, membawa
informasi tentang sentuhan, tetapi fungsi utamanya adalah membawa informasi tentang
rasa sakit dan temperatur. Sebagian besar neuron dorsal root pada sistem anterolateral
langsung bersinapsis di substansi grissea (bagian dorsal horns pada sumsum tulang
belakang). Axonpenerima kemudiannaik dan decussateke otak, yaituke bagian anterolateral
dari sumsum tulang belakang secara contralateral (meskipun ada beberapa yang diteruskan
secara ipsilateral).
Sistem anterolateral terdiri dari tiga traktus Ualur), yaitu: (1) Traktus Spinothalamic,
yang mengirim impuls ke ventral posterior nuclei (seperti pada sistem dorsal-columnmedial-lemniscus),
(2) Traktus Spinoreticular, yang mengirim impuls ke reticular forma-
tion (kemudian diteruskan ke parafascicular dan nukleus intralaminar di thalamus), (3)
Tractus Spinotectal, yang membawa impuls ke tectum (ke collicul/i di midbrain). Cabangcabang
saraf tigeminal membawa informasi rasa sakit dan temperatur dari kulit wajah ke
bagian thalamus seperti di atas. Informasi rasa sakitdan temperatur yang mencapai thalamus,
kemudian akan disampaikan ke bagian otak yang lain, termasuk ke primary somatosensory
cortex dan secondary somatosensory cortex, serta posterior parietal cortex.
Dari penelitian Mark, Evin, dan Yakolev (1962, dalam Pinel, 1993). Tiap jalur sistem
anterolateral menerima rangsang sakit yangberbeda-beda. Percobaan operasi terhadap objek
penelitian menunjukkan bahwa pemotongannucleus ventral-posterior, yang menerima input
baik dari traktus spinothalamicdan sistem dorsal-column medial-lemniscus, mengakibatkan
berkurangnya sensitivitas kulit terhadap sentuhan,perubahan temperatur, dan rasa sakit yang
ditimbulkan dari benda tajam (tetapi tidak mengurangi rasa sakit terhadap sentuhan yang
dalam dan bersifat terus menerus/kronis). Sebaliknya, pemotongan parafascicular dan
intralaminar (yang menerima input dari spinoreticular tract) menyebabkan berkurangnya
sensitifiitas terhadap rasa sakit yang kronis tetapi tidak mengurangi sensitifitas yang lain.
3. Lokalisasi Kortikal dari Sensasi Somatis
Wilder Penfield (1937; dalamPinel, 1993)membuatsuatupeta tentang cortex somatosensory
Peta Primary Somatosensory di Cortex (Pinel, 1993)Pada cortex terdapat dua bagian sensori somatis, yaitu primary somatosensory cortex
(SI) di bagian postcentral gyrus dan secondary somatosensory cortex (SII) di bagian lateral
fissure.
Kerusakan pada primary somatosensory cortex menyebabkan hilangnya kemampuan
untuk mendeteksi sentuhan yang ringan, mendeteksi posisi sambungan (contohnya ujungjari
telunjuk kanan ditemukan dengan ujung jari telunjuk kiri), dan mendeteksi dengan tepat
tempat-tempat dimana seseorang disentuh (disentuh jari kelingking, tetapi menurutnya yang
disentuh adalah jari tengah), dan muncul hambatanstereognosis (tidak dapat mengidentifikasi
objek melalui sentuhan, misalnya diminta mengindentifikasi bentuk kubus (dengan mata
ditutup), tetapi dikatakannya itu bentuk bola). Kerusakan-kerusakan pada SI bersifat unilat-
eral dan akibatnya bersifat kontralateral (bila cortex bagian kanan yang rusak, maka yang
akan terpengaruh adalah bagian tubuh sebelah kiri, demikian sebaliknya) dan sifatnya hanya
ringan, kecuali apabila yang mengalami kerusakan itu berkaitan dengan saraf-saraf di bagian
tangan.
Bila kerusakan pada sebelah bagian otak menyebabkan disfungsi pada kedua bagian
tubuh (bilateral, baik kiri maupun kanan), maka hal tersebut adalah tanda-tanda kerusakan
pada bagian SII (secondary somatosensory cortex).
Seseorang yang mengalami hambatan dalam mengenali suatu objek melalui sentuhan
(seperti stereognosis di atas), tetapi tidak ada kelainan dalam intelektual, maupun dalam
saraf-saraf sensorisnya, maka ia menderita asterognosia. Kelainan ini berkaitan dengan
asomatognosia, yaitu kegagalan untuk mengenali bagian tubuhnya sendiri. Asomatognosia
umumnya berkaitan dengan kerusakan hemisphere sebelah kanan.
Asomatognosia umumnya diikuti oleh anosognosia (mengingkari symptom
neurologisnya) dan contralateral neglect (tendensi untuk tidak merespon stimuli yang
kontralateral terhadap kerusakan hemisphere sebelah kanan).
4. Paradoks tentang Rasa Sakit
Rasa sakit adalah pengalaman sensori yang unik sifatnya. Berdasarkan hasil penelitian,
belum dapat ditentukan dengan pasti bagian cortex yang bila distimulasi akan meningkatkan
rasa sakit atau bila dihilangkan akan mengurangi rasa sakit.
Prefrontal Lobotomy adalah bagian otak yang mampu mengontrol sebab-sebab emosional
yang ditimbulkan oleh rasa sakit, tetapi nilai dari rasa sakit itu berbeda-beda antara orang
yang satu dengan yang lain karena ambang rasa sakit setiap manusia sangat bervariasi.
Meskipun tiap manusia memiliki ambang rasa sakit yang berbeda-beda, namun pada
dasarnya rasa sakit adalah salah satu alat untuk mempertahankan diri (survival). Bayangkan
bila seseorang yang tidak mampu untuk merasakan rasa sakit bila teriris pisau, atau bahkan
tertusuk pedang, dapat saja orang tersebut mati sia-sia apabila pedang tersebut menusuk
jantungnya.
Ambang rasa sakit ternyata juga sangat tergantung pada faktor kognisi dan emosional
seseorang, contohnya karena faktor kepercayaan, seseorang tidak merasakan sakit meskipun
tubuhnya ditusuk-tusuk dengan pisau tajam, atau tidur di atas paku, juga para tentara yang
sedang berjuang mempertahankankemerdekaannyaumumnya hanyaakan merasakan sedikit
sakit pada kakinya yang hancur lebur saat menginjak ranjau darat.
Melzack dan Wall (1965, dalam Pinel, 1993),mengajukan teorigate-control, yaitu teori
yang menyatakan bahwa faktor kognisi dan emosi dapat mempengaruhi sinyal dari otak yang
akan disampaikan ke sumsum tulang belakang. Sinyal tersebut akan menimbulkan jaringan
neural penjaga (gating circuit) yang memblokir reseptor rasa sakit.
5. Mekanisme Pengontrol Rasa Sakit
Disekitar cerebral aquaduct, terdapat bagian berwarna abu-abu (gray matter) yang memiliki
efek analgesic (pengurang rasa sakit), tepatnya bagianperiaqueductal gray matter (PAG).
Stimulasi terhadap PAG dapat mengurangi sensitivitas terhadap rasa sakit tanpa mengurangi
sensitivitas sensasi somatis yang lain. Dalam PAG juga terdapat neuron-neuron yang peka
terhadap substansi yang menurunkan aktivitas (menenangkan), yaitu neuron-neuron
serotonergik di bagian batang medulla yang disebut raphe nuclei. Dari model Basbaum dadapat digambarkan mekanisme pengontrol rasa sakit sebagai berikut.
Opium menghambat aktivitas neuron penghambat di PAG. Hal tersebut akan meningkatkan aktivitas neuron yang aksonnya menuju ke nukIeus Raphe. Aktivitas akson dari PAG akan menstimulasi neuron Raphe yang
aksonnya menuju ke kolom dorsal di sumsum tulang belakang Akti vitas akson dari Raphe akan mengaktifkan interneuron di sumsum tulang belakang yang akan memblokir sinyal-sinyal rasa sakit Sinyal rasa sakit yang datang (Pinel, 1993)
E. SENSASIKIMIAWI:PEMBAUDANPERASA
Sistem olfaction (pembau) dangustation (perasa) disebut sensasi kimiawi karena fungsinya
memonitor substansi-substansi kimiawi dari lingkungan diluar tubuh. Tanggungjawab
sistem pembau adalah mengindikasikan molekul-molekul kimia yang dilepaskan di udara
yang mengakibatkan bau. Molekul kimia diudara dapat dideteksi bila ia masuk ke reseptor
olfactory epithelia melalui proses penghirupan.
Tanggungjawab sistem gustation adalah merespon molekul-molekul kimia yang ada di
dalam mulut yang meningkatkan reseptor rasa tertentu di lidah dan di rongga mulut.
Saat individu makan, organ pembau dan perasa bereaksi secara selaras. Molekul
makanan menstimulasi reseptor perasa dan pembau dan memproduksi impresi terintegrasi
yang disebut dengan aromaljlavor. Bayangkan bila seseorang mengalami hambatan dalam
organ pembaunya, maka akan sukar baginya untuk membedakan aroma apel dan bawang
bombay.
Penelitian terhadap organ pembau dan perasa masih jarang dilakukan karena stimulus
kimiawi lebih sulit untuk dikontrol (tidak seperti cahaya atau bunyi yang dapat dihindari,
stimulus kimiawi seperti bau yangmenyengat akan sulituntuk dihindarkan meskipun dengan
menutup hidung). Selain itu, manusia yang mengalami hambatan dalam organ pembau dan
perasanya relatif tidak terlalu menemukan kesulitan dalam aktivitas hidupnya sehari-hari.
Bila manusia tidak terlalu mengalami hambatan dalam aktivitas hidupnya apabila ia
mengalami kelainan pada organ pembau dan perasanya, maka pada hewan akan berbeda.
Perilaku manusia tidak terlalu dipengaruhi oleh kemampuan perasa atau pembaunya, tetapi
pada hewan, beberapa perilakunya ditentukan oleh pheromones. Substansi kimia tersebut
terutama mempengaruhi perilaku agresi dan perilaku seksual pada hewan. Contohnya pada
marmut betina yang sedang ovulasi, maka marmutjantan akan mengatahuinya dan berusaha
melakukan kopulasi dengannya. Juga pada marmut jantan asing yang dimasukkan dalam
suatu populasi marmut lain, akan diserang oleh marmut-marmutjantan pada populasi yang
dimasukinya.
1. Sistem Olfactory
Manusia dapat membedakan berbagai macam bau bukan karena memiliki banyak reseptor
pembau namun kemampuan tersebut ditentukan oleh prinsip-prinsip komposisi (component
principle). Seperti pada penglihatan wama (hanya memiliki tiga reseptor wama dasar, namun
dari komposisi yang berbeda-beda dapat dilihat wama yang bermacam-macam), organ
pembau hanya memiliki tujuh reseptor. namun dapat membedakanlebih dari 600 aromayang
berbeda.
Alat pembau atau sistem olfaction biasajuga disebut dengan Organon Olfaktus, dapat
menerima stimulus benda-benda kimia sehingga reseptomya disebut pula chemoreceptor.
Organon olfaktus terdapat pada hidung bagian atas, yaitu pada concha superior dan
membran ini hanya menerimarangsang benda-benda yang dapat menguap dan berwujud gas.
Bagian-bagiannya adalah sebagai berikut:
a. Concha Superior
b. Concha Medialis
c. Concha Inferior
d. Septum nasi (sekat hidung)
Concha-conchatersebut adalahdari tulang,ditutupioleh selaputlendir yangmengandung
penuh pembuluh,..pembuluhdarah dan dapat membesar. Gunanya untuk memanasi hawa
yang akan masuk ke paru-paru.
Reseptor organon olfactory terdapat di bagian atas hidung, menempel pada lapisan
jaringan yang diselaputi lendir dan disebut olfactory muscosa. Selaput lendir tersebut
berfungsi untuk melembabkan udara. Pada bagian tersebut juga terdapat bulu-bulu hidung
yang berfungsi untuk menyaring debu dan kotoran.
Benda kimia yang dapat menstimulasi sel saraf dalam hidung adalah substansi yang
dapat larut dalam zat cair (lendir) yang terdapat pada cilia yang menutupi sel tersebut. Makin
berbau suatu substansi, maka hal tersebut menunjukkan bahwa makin banyak molekul yang
dapat larut dalam air dan lemak (konsentrasi penguapannya tinggi).
Olfactory muscosamemilikiaxonyangmampumelaluibagian tengkorakyangpermiable
(cribriform plate) dan masuk ke olfactory bulbs (saraf cranial yang pertama). Pada olfactory
bulbs, terjadi sinapsis dengan neuron yang menyampaikan pesan secara menyebar ke
olfactory paleocortex di lobus temporal bagian medial melalui lateral olfactory tract. Dari
olfactory paleocortex, ada jejak saraf yang menuju medial dorsal nucleus di thalamus dan
kemudianmenujuolfactory neocortex dibagiandepanfrontallobes,tepatnyapada permukaan
inferior. Neuron-neuron olfactory paleocortex yang lain akan menuju ke sistem lymbic. Bila
proyeksi neuron ke thalamic-neocortical bertugas sebagai perantara kesadaran persepsi
terhadap aroma, maka proyeksi neuron ke sistem lymbic bertugas sebagai perantara respon
emosional terhadap aroma.
Gambar 6.21. menggambarkan skema sistemolfaktori. Reseptor olfaktori hanya mampu
berfungsi selama 35 hari. Bila mati, baik karena sebab yang alami, maupun karena kerusakan
fisik, maka reseptor tersebut akan digantikan oleh reseptor-reseptor baru yang axonnya akan
berkembang ke lapisan olfactory bulbs yang akan dituju, dan bila telah sampai pada lapisan
yang dimaksud, mereka akan memulihkan koneksi synapsis yang terputus.
Kemampuan membau makhluk hidup tergantung pada:
a. Susunan Rongga Hidung. Bentuk Concha dan Septumnasi tempat reseptor pembau pada
masing-masing orang tidak sarna bentuknya. Contohnya pada orang yang berhidung
mancung akan lebih luas daripada yang berhidung pesek.
b. Variasijisiologis, contohnya pada wanita, saat sebelum menstruasi atau pada saat hamil
muda akan menjadi sangat peka.
c. Spesies, pada spesies tertentu yang kemampuansurvivalnya tergantung pada pembauan,
akan memiliki indera pembau yang lebih peka, contohnyapada anjing.
d. Besarnya konsentrasi dari substansi yang berbau. Misalnya skatol (bau busuk yang
terdapat pada kotoran atau faeces) memiliki konsentrasi yang kuat karena memiliki
Sel-sel Reseptor
Sistem Olfactory
Sel-sel Reseptor
Sistem Olfactory
Sel.-sel Reseptor
Sistem Olfactory
Posterior
Anterior
Olfactory Neocortex
Skema sistem Olfactory (Pinel, 1993)
'Diteruskan secara difusi
ke sistem lymbic
kemampuan menguap yang tinggi. Bila konsentrasinya kuat maka baunya busuk,
sebaliknya bila konsentrsinya rendah akan menimbulkan bau yang berbeda (contohnya
pada bunga yang mengandung skatol dalam konsentrasi yang rendah malah akan
menimbulkan bau harum).
2. Sistem Gustatory
Reseptor sistem gustatory atau perasa berada di lidah dan bagian-bagian rongga mulut.
Reseptor perasa disebut taste buds yang umumnya terletak disekitar kuncup pengecap yang
disebutpapillae. Hubungan antara reseptor perasa, taste buds, dan papilae dapat dilihat pada
gambar 6.22. di bawah ini.
Sistem gustatory atau organon gustus adalah indera pengecap yang terdapat pada lidah
dan memiliki 4 modalitet (Iihat gambar 6.23), yaitu
a. Manis, pada puncak lidah, dapat diselidiki dengan meletakkan gula di lidah.
b. Asin,pada puncak dan tepi lidah, dapat diselidiki dengan meletakkan garam di lidah
c. Asam, pada tepi lidah, dapat dibuktikan dengan meletakkan asam sitrun di lidah.
d. Pahit, pada pangkallidah, dapat dibuktikan dengan meletakkan kina di lidah.
Hubungan Reseptor Perasa, Taste Buds, dan Papillae(Pinel,1993)
Beberapa ahli menambahkan modalitet yang kelima, yaitu rasa alkali. Di luar ke lima
macam rasa tersebut, ada kombinasi antara keempat atau kelima macam rasa itu yang akan
menimbulkan rasa yang berbeda-beda. Berbagaimacam rasa tersebut masih dikombinasikan
I. Pori-pori perasa
2. Epithel Lidah
3. SelPenyokong
4. Sel Reseptor
5. Serabllt Saraf
Letak modalitet utama pada lidah
Sensasi pengecaplTIcnyebabkan
permllkaan lidah yang berbcda-beda
menjadi sensitif. Sebllah kllncllp
pengecap diperlihatkan pada gambar
kiri atas.
dengan tipe-tipe rangsangan yang lain, seperti rangsang panas, dingin, lembut, dan nyeri.
Reseptor pada lidah akan digantikan oleh reseptor yang bam setiap 10 hari sekali.
Reseptor perasa tidak memiliki axon sendiri. Tiap neuron yang membawa impuls dari
taste buds, akan menerima input dari beberapa reseptor sekaligus. Sinyal yang timbul pada
reseptor perasa akan meluas ke sistem second-order neuron yang akan disampaikan ke
cortex.
Saraf afferen pada sistem gustatory meninggalkan rongga mulut yang merupakan bagian
dari saraf cranial bagian facial (VII), glossopharyngeal (IX), dan vagus (X). Infonnasi
bennula dari bagian depan lidah, ke bagian belakang lidah, akhimya menuju ke bagian
belakang rongga mulut. Saraf-saraf tersebut akan berakhir di solitary nucleus di medulla dan
bersinapsis dengan neuron yang akan menyampaikan pesan ke ventral posterior nucleus di
thalamus (letaknya berbeda dengan bagian penerima impuls dari stimulasi oral yang motoriky
sifatnya). Axon-axon pada nucleus ventral posterior akan membawa berita ke primary
gustatory cortex dan ke secondary gustatory cortex. Sistem gustatory juga akan menuju
sistem lymbic. Proyeksi impuls ke hypothalamus diperkirakan memiliki peranan penting
dalam mengatur rasa lapar. Satu hallagi yang perlu diingat dalam sistem gustatory, yaitu
berbeda dengan sistem sensoris yang lain, sistem gustatory diproyeksikan secara ipsilateral.
Kemampuan mengecap seseorang tergantung pada:
a. Faktor Individual, contohnyaseseorangyangsedangsakit,makakepekaanmengecapnya
jadi berkurang.
b. Nilai Ambang, nilai ambang ini tergantung dari kebiasaan seseorang. Contohnya
seseorang yang sudah biasanya makan makanan yang asam, akan lebih tinggi daripada
orang yang tidak terbiasa makan asam.
c. Konsentrasi, contohnya seseorang yang makan garam satu mangkok garam, lama
kelamaan tidak merasakan asin lagi seperti pertama kali ia memakannya.
3. Kerusakan Otak dan Sensasi Kimia
Ketidakmampuan dalam membau disebut anosmia, sedangkan ketidak-mampuan dalam
perasa disebut ageusia. Penyebab neurologis yangpaling umum adalah benturan pada kepala
yang menyebabkan bergesemya otak di dalam tengkorakdan mengoyak saraf-saraf olfactory
karena masuk ke dalam lubang-Iubang permiabel di cribriform plate. Lihat gambar 6.25. di
bawah ini.
Kurang lebih 6% pasien yang mengalami benturan kepala, akan mengalami hambatan
olfactory. Ageusia sangat jarang terjadi karena dapat melalui beberapa jejak saraf (saraf
facial, saraf glossopharyngeal, dan saraf vagus), tetapi ageusia pada sebelah sisi dari 2/3
bagian anterior lidah dapat terjadi bila adakerusakan organ pendengaran pada sisi yang sarna.
Hal tersebut terjadi karena chorda tympani, cabang dari saraf cranial facial (VII) yang
membawa informasi gustatory dari 2/3 bagian anterior, membawa informasi melalui bagian
tengah telinga, sehingga kerusakan pada telinga akan menyebabkan ageusia pad a 2/3 bagian
anterior lidah di sisi yang sarna.
Ada tendensi bahwa ageusia akan muncul bersama-sama dengan anosmia. Hal ini
membuktikan bahwa ada bagian di otak yang memiliki fungsi interaksi antara saraf-saraf
olfactory dan saraf-saraf gustatory. namun penelitian lebih lanjut tentang hal ini belum
banyak dilakukan karena kasus-kasus anosmia dan ageusia sangat jarang terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar